Kamu nelangsa. Karena kejadian yang sudah seringkali terjadi, yang seharusnya sudah biasa. Namun kamu tetap saja nelangsa. Airmatamu menetes bukan karena kamu ingin, namun karena airmatamu telah bersenyawa dengan pria itu, pria yang katamu sebuah perjuangan. Airmatamu hanya menetes untuk pria itu, airmatamu tidak lahir dari perasaanmu, airmatamu lahir dari pria itu, yang telah jadi perasaanmu.
Jadi mungkin wajar saja kamu nelangsa. Karena kejadian yang sudah seringkali terjadi yang seharusnya sudah biasa. Karena pria itu-yang katamu sebuah perjuangan-telah jadi perasaanmu. Perasaanmu akan terpaket pada pria itu, jika dia pergi karena kamu melakukan sesuatu yang bodoh menurutnya. Perasaanmu terpaket padanya, namun kesedihan dan rasa sakit tertinggal untukmu. Begitu pula ketika dia datang, perasaan itu lebih dari sekadar rasa kembali padamu, perasaan itu pulang, rasa yang terasa pas: perasaannya, bahagianya, dan orangnya-pria itu, yang katamu sebuah perjuangan.
Dan aku, yang seringkali tak terlihat karena tertutup airmatamu, yang ada di sisimu namun merasa serba salah harus melakukan apa, siap meminjamkan perasaanku padamu. Agar rasa sedih dan sakit yang tertinggal itu menggerogoti perasaanku, karena akan sulit bagimu nelangsa namun perasaanmu terpaket pada pria itu, yang katamu sebuah perjuangan. Aku siap meminjamkan perasaanku padamu, biar kamu tak nelangsa, dapat menjemput atau memberikan waktu menunggu pria itu pulang, dan kamu tersenyum. Pakailah perasaanku itu untuk membuang duri-duri yang tertinggal, dimakan rasa sakit, dan kering oleh kesedihan.
Seburuk dan sehancur apapun perasaanku setelah menampung rasa sedih dan sakitmu, aku merasa itu lebih baik, daripada kamu menolak untuk menggunakannya. Aku ingin ada untukmu, walaupun bukan bagian dari dirimu. Aku ingin selalu bersamamu, walaupun tak dapat kunikmati, karena perpisahan menghantui, menakutkan, dan menghadirkan mimpi buruk.
Namun tetap kembalikan perasaanku seperti apapun rupanya setelah menahan beban kesedihan dan kesakitan yang berbanding lurus dengan besarnya cintamu pada pria itu, yang katamu sebuah perjuangan.
Kembalikan perasaanku, saat pria itu, perasaanmu, telah datang padamu. Kembalikan saja walaupun telah hancur menjadi debu, karena dengan perasaanku, aku masih ingin mencintaimu.
Selasa, 26 April 2016
Rabu, 02 Maret 2016
Makalah Sejarah Sastra Angkatan 70-an
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan
rahmat-Nya lah kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Sejarah Sastra Angkatan 70”.
Makalah ini diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Sejarah Sastra” yang diampuh oleh Dra.
Sesilia Seli, M.Pd. Kami mengucapkan terima kasih telah diberikan kesempatan untuk bisa menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar kedepannya makalah yang kami buat lebih baik dari yang
sebelumnya. Tim penyusun berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai sejarah sastra angkatan 70.
Pontianak, Oktober 2013
Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Masalah
C.
Tujuan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Lahirnya Angkatan 70
B.
Pengarang dan karya-karya Sastranya
C.
Ciri-ciri Karya Sastra Pada Angkatan 70
D.
Peristiwa Penting yang Terjadi Pada
Angkatan 70-an
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Sejarah
sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan
perkembangan sastra suatu bangsa. Misalnya, sejarah sastra Indonesia, sejarah
sastra Jawa, dan sejarah sastra Inggris, dengan pengertian dasar itu, dapat
dilihat bahwa objek sejarah sastra adalah segala peristiwa yang terjadi pada
rentang masa pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa.
Dalam
sejarah sastra Indonesia periodisasi dibagi sebagai berikut : angkatan balai
pustaka, angkatan pujangga baru, angkatan ’45, angkatan 50-an, angkatan 60-an,
angkatan kontemporer (70-an sampai sekarang). Dalam makalah ini kami akan
membahas tentang angkatan 70-an. Di dalam angkatan70-an mulai bergesernya sikap
berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan
karya sastra bercorak baru baik dibidang puisi, prosa maupun drama.
- Masalah
1.
Bagaimana sejarah lahirnya angkatan 70?
2.
Apa saja ciri-ciri dari karya sastra
pada angkatan 70?
3.
Siapa saja pengarang pada angkatan 70?
- Tujuan
Setiap
aktivitas kegiatan yang dilakukan pasti memiliki tujuan, demikan pula dengan
diskusi kelompok yang kami lakukan. Adapun tujuan kelompok diskusi kelompok
yang kami rumuskan sebagai berikut :
1.
Melalui diskusi kelompok kami berupaya
untuk merealisasikan tri darma perguruan tinggi, khususnya darma kedua yaitu
penelitian.
2.
Melalui diskusi ini kami dari kelompok
lima menghargai perbedaan pendapat, bahkan antar peserta diskusi.
3.
Melalui diskusi kelompok ini kami
berupaya ingin menerapkan kemampuan analisis kami secara operasional yaitu
sebagaimana yang diamanahkan oleh materi inquairi atau kualitas itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Angkatan 70
Munculnya
periode 70-an karena adanya pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam
menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik
di bidang puisi, prosa maupun drama. Pergeseran ini mulai kelihatan setelah
gagalnya kudeta G 30 S/PKI. Abdul Hadi W.M. dan damai Toda menamai sastra
Indonesia modern pada tahun 1970-an dengan sastra periode 70-an. Korrie Layuan
Rampan cenderung menamai Sastra Indonesia sesudah angkatan ‘45 dengan nama
angkatan ‘80. Perbedaan esensial antara kedua versi tersebut hanyalah pemberian
nama saja, karena keduanya memiliki persamaan, yaitu:
a.
Keduanya tidak mengakui adanya angkatan
‘66 yang dicetuskan oleh HB. Jassin.
b.
Keduanya meyakini adanya pergeseran
wawasan estetik sesudah angkatan ’45.
c.
Keduanya memiliki persamaan pandangan
tentang tokoh-tokoh pembaruan Sastra Indonesia Modern sesudah angkatan ’45.
Dalam
periode 70-an pengarang berusaha melakukan eksperimen untuk mencoba batas-batas
beberapa kemungkinan bentuk, baik prosa, puisi, maupun drama semakin tidak
jelas. Misalnya, prosa dalam bentuk cerpen, pengarang sudah berani membuat
cerpen dengan panjang 1-2 kalimat saja sehingga terlihat seperti bentuk sajak.
Dalam bidang drama mereka mulia menulis dan mempertunjukkan drama yang absurd
atau tidak masuk akal. Sedangkan dalam bidang puisi mulai ada puisi kontemporer
atau puisi selindro.
Periode
70-an telah memperlihatkan pembaharuan dalam berbagai bidang, antara lain : wawasan
estetik, pandangan, sikap hidup, dan orientasi budaya. Para sastrawan tidak
mengabaikan sesuatu yang bersifat tradisional bahkan berusahan untuk
menjadikannya sebagai titik tolak dalam menghasilkan karya sastra modern.
Konsepsi
improvisasi dalam karya sastra dipahami oleh Putu Wijaya. Ia mengatakan bahwa
sebuah novel hanyalah cerita pendek yang disambung, sehingga yang
muncul di dalam penulisan suatu karya sastra adalah faktor
ketiba-tibaan. Sebuah novel, drama, atau cerita pendek ditulis dengan tiba-tiba
karena pada saat menulis berbagai ide yang datang dimasukkan ke dalam ide
pokok. Unsur tiba-tiba seperti ini yang disebut dengan uncur improvisasi.
Perkembangan
sastra Indonesia periode 70-an maju pesat, karena banyak penerbitan yang muncul
dan bebas menampilkan hasil karyanya dalam berbagai bentuk. Sutardji
menampilkan corak baru dalam kesusastraan Indonesia di bidang puisi. Alasan
tersebut menyebabkaan Sutardji dianggap salah satu tokoh periode 70-an dalam
sastra Indonesia. Pada tahun 1979 Sutardji menerima hadiah sastra dari ASEAN.
Sutardji
Calzoum Bachri dalam puisinya cenderung membebaskan kata dalam membangkitkan
kembali wawasan estetik mantra, yakni wawasan estetik yang sangat menekankan
pada magic kata-kata, serta melahirkannya dalam wujud improvisasi. Hal itu
nyata bila diperhatikan sikap puisinya berjudul Kredo Puisi yang ditulis di
Bandung tanggal 30 Maret 1973 dan dimuat di majalah Horison bulan Desember
1974.
Angkatan
40 istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N. Toda dalam kertas
kerjanya “Peta-Peta Perpuisian Indonesia 1970-an Dalam Sketsa” yang diajukan
dalam diskusi sastra memperingati ulang tahun ke-5 Majalah Tifa Sastra di
Fakultas Sastra UI (25 Mei 1977). Kertas kerja ini kemudian dimuat dalam Majalah
Budaya Jaya (September 1977) dan dalam Satyagraha Hoerip (ed) Semua Masalah
Sastra (1982).
Menurut Dami, angkatan
70 dimulai dengan novel-novel Iwan Simatupang, yang jelas
punya wawasan estetika novel tersendiri; lalu teaternya Rendra serta puisinya “Khotbah”
dan “Nyayian Angsa”, juga semakin nyata dalam wawasan estetika perpuisian
Sutarji Calzoum Bachri, dan cerpen-cerpen dari Danarto, seperti “Godlob”,
“Rintik”, dan sebagainya.
B.
Pengarang dan karya-karya sastranya
Sastrawan tahun 1970-an
atau angkatan 70-an. Berdasarkan karya-karya yang dihasilkannya dapat dibagi
menjadi 3 kelompok, antara lain:
- Kelompok
pertama yaitu mereka yang termasuk angkatan 66 atau yang telah berkarya
pada tahun 1960-an, telah mulai makin
matanng pada tahun 1970-an, yang termasuk sastrawan dari kelompok
ini anntara lain:
1)
Abdul Hadi W.M
Karangannya :
a.
Laut belum pasang ( kumpulan sajak,
1971)
b.
Cermin (kumpulan sajak, a975)
c.
Potret panjang seorang pengunjung pantai
sanur (1975)
d.
Meditasi (kumpulan sajak 1975)
2)
Supardi Djoko Damono
Karangannnya:
a.
Dukamu abadi (kumpulan sajak 1969)
b.
Mata pisau (kumpulan sajak 1974)
c.
Akuarium (kumpulan sajak 1974)
d.
Sosiologi, sastra (1978)
e.
Novel Indonesia Sebelum Perang (1979
3)
Goenawan Muhamad
Karangannya:
a.
Lautan bernyanyi (drama, 1967)
b.
Bila Malam Bertambah Malam (Novel, 1971)
c.
Dadaku Adalah Perisaiku (kumpulan sajak
1974)
d.
Anu (drama, 1975)
e.
Aduh(drama, 1975)
f.
Pabrik (novel, 1976)
g.
Dag Dig Dug ( 1977)
h.
Stasiun ( novel, 1977)
i.
Ms (novel, 1977)
j.
Tak Cukup Sedih ( novel, 1977)
4)
Umar Kagam
Karangannya:
a.
Seribu kunang dan kunang di mahatta
(kumpulan cerpen, 1972)
b.
Sri Sumarak dan Buluk ( kumpulan Cerpen,
1975)
c.
Totok dan Toni (cerita anak-anak, 1975)
d.
Seni, tradisi, masyarakat( kumpulan
esei, 1981)
5)
Leon Agusta
Karangannya:
a.
Catatan Putih (kumpulan sajak, 1975)
b.
Di bawah bayang-bayang sang kekasih
(novel, 1978)
c.
Hukla (kumpulan sajak,1979)
6)
Gerson Poyk
Karangannya:
a.
Hari-hari pertama (novel,1968)
b.
Sang Guru (novel, 1971)
c.
Jerat (Kumpulan cerpen, 1975)
d.
Mutiara di tengah sawah( kumpulan
cerpen, 1984)
e.
Nostalgia Nusa Tenggara (kumpulan cerpen,
1976)
f.
Cumbulan Sabana (novel, 1979)
- Kelompok
kedua karya-karyanya baru muncul tahun 1970-an, yang termasuk golongan
sastrawan golongan ini yaitu:
1)
Korrie Layun Rampan
a.
Matahan pinsan dan ubun-ubun (kumpulan
sajak, 1974)
b.
Upacara (novel, 1978)
c.
Kekasih (kumpulan cerpen,1981)
2)
Entha Ainun Nadjib
Karangannya:
a.
“M” Frustasi (kumpulan sajak, 1976)
b.
Nyanyian gelandangan (kumpulan sajak,
1981)
3)
Hamid Jabbar
Karangannya:
a.
Paco-paco (kumpulan sajak, 1974)
b.
Dua Warna (kumpulan sajak Bersama Upita
Agustina, 1975)
4)
Toen Herarti
Karangannya
a.
Sajak-sajak 33 (kumpulan sajak, 1973)
5)
Putu Arya Tirtawirya
Karangannya:
a.
Pasir putih pasir laut (kumpulan cerpen,
1973)
b.
Nama saya ari ( novel, 1976)
c.
Malam pengantin (kumpulan cerpen, 1974)
d.
Pan balang tamak (cerita anak-anak,
1972)
6)
Linus Suryadi
Karangannya:
a.
Langit kelabu (kumpulan sajak, 1976)
b.
Perang troya (cerita anak-anak, 1977)
7)
Arswendo Atmowiloto
Karangannya:
a.
Penantang tuhan (drama, 1972)
b.
Bayang-bayang bauri ( drama, 1972)
c.
Surat dengan sampul putih (kumpulan
cerpen, 1978)
- Kelompok
ketiga, mereka yang menghasilkan karya-karya dengan kecenderungan
melakukan bentuk-bentuk ekspenmentasi, yang termasuk dalam dalam golongan
ini yaitu :
1)
Artin C. Noer
Karangannya:
a.
Sumur tanpa dasar 9drama, 1971)
b.
Selamat pagi jajang (kumpulan sajak,
1976)
2)
Putu Wijaya
Karangannya:
a.
Bila malam bertambah malam (novel, 1971)
b.
Dadaku adalah perisaiku (kumpulan sajak,
1974)
c.
Tak cukup sedih (novel, 1977)
3)
Kuntowijoyo
Karangannya:
a.
Tidak ada waktu untuk nyonya Fatma,
berada dan cartas ( drama, 1972)
b.
Isyarat (kumpulan sajak, 1976)
c.
Pasar (novel, 1972)
4)
Budi darma
Karangannya:
a.
Orang-orang bloongminton (kumpulan,
cerpen, 1980)
b.
Olenka (novel, 1983)
5)
Ibrahim Sattah
Karangannya:
a.
Daudandit (kumpulan sajak, 1975)
b.
Ibrahim (kumpulan sajak, 1980)
6)
Adri Darmadji Woko
Karangannya;
a.
Boneka mainan ( kumpulan sajak, 1985)
7)
Darmanto Jatman
Karangannya:
a.
Bangsal 9kumpulan sajak, 1975
8)
Yudhistira Ardi Noegraha
Karangannya:
a.
Arjuna mencari cinta (novel, 1977)
b.
Penjarakan aku dalam hatimu (kumpulan
cerpen 1979)
Salah satu karya sastra
angkatan 70-an, sebagai berikut :
Mata pisau
( Supardi Djoko Damono)
Mata pisau itu tak
berkejap menatapmu
Kau yang baru saja
mengasahnya
Ia tajam untuk mengiris
apel yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam.
Ia berkilat ketika
terbayang olehnya urat lehermu.
C. Ciri-ciri karya sastra pada angkatan 70-an
Penuh semangat eksperimentasi dalam berekspresi, merekam kehidupan
masyarakat yang penuh keberagaman pemikiran dan penghayatan modernitas. Muncul
para pembaharu sastra Indonesia dengan karya-karyanya yang unik dan segar
seperti Sutarji Calzoum Bachri dan Yudhistira Ardi Noegraha dalam puisi, Iwan
Simatupang dan Danarto dalam prosa fiksi, Arifin C. Noer dan Putu Wijaya dalam
teater.
1. Puisi
a)
Struktur Fisik
a.
Puisi bergaya
bahasa mantra menggunakan sarana kepuitisan berupa ulangan kata, frasa, atau
kalimat.
b.
Gaya bahasa paralelisme dikombinasikan dengan
gaya hiperbola untuk memperoleh efek yang sebesar-besarnya, serta menonjolkan
tipografi.
c.
Puisi konkret
sebagai eksperimen.
d.
Banyak
menggunakan kata-kata daerah untuk memberikan kesan ekspresif.
e.
Banyak menggunakan permainan bunyi.
f.
Gaya
penulisan yang prosaik.
g.
Menggunakan kata yang sebelumnya tabu.
b) Struktur Temantik
a.
Protes terhadap kepincangan
masyarakat pada awal industrialisasi.
b.
Kesadaran bahwa aspek manusia
merupakan subjek dan bukan objek pembangunan.
c.
Banyak mengungkapkan kehidupan
batin religius dan cenderung mistis.
d.
Cerita dan
pelukisnya bersifat alegoris atau parable.
e.
Perjuangan hak-hak asasi manusia, kebebasan, persamaan, pemerataan, dan terhindar
dari pencemaran teknologi modern.
f.
Kritik sosial terhadap si kuat
yang bertindak sewenang-wenang terhadap mereka yang lemah, dan kritik tentang
penyelewengan.
Prosa dan Drama
a) Struktur Fisik
a.
Melepaskan
ciri konvensional, menggunakan pola sastra “asurd” dalam tema, alur, tokoh,
maupun latar;
b.
menampakkan
ciri latar kedaerahan“warna lokal”.
b) Struktur Tematik
1) sosial: politik, kemiskinan,
dan lain-lain
2) kejiwaan
3) metafisik.
D.
Peristiwa Penting yang Terjadi Pada Angkatan 70-an
Pada periode ini
tercatat beberapa periswa penting,
antara lain seperti beriku ini.
1.
Pada tahun 1970 H.B Jassin diadili.
Majalah yang dipimpinnya dituduh memuat cerita pendek yang menghina agama islam
2.
Tahun 1973 penyair Sutarji Calzoum
Bachri mngumumkan kredo puisiny. Masih pada tahun ini muncul itilah “aliran”
Rawangan dari M.S. Hutagalung.
3.
Pada bulan September tahun 1974
diselenggarakan “Pengadilan” DI Bandung. Masih pada bulan September
diselenggarkan “Jawaban Atas Pengadilan Puisi” yang dilangsungkan di Jakarta.
4.
Pada tahun 1975 diselenggarakan Diskusi
Besar Cerita Pendek Indonesia, diadakan di Bandung.
5.
Tahun
1977 munculistilah Angkatan 70, dilontarkan oleh Damin N. Toda.
6.
Tahun 1980 novel Bumi Manusia dan Anak
Semua Bangsa karangan Pramoedya Ananta
Toer dilarang oleh Pemerintah. Demikian pula untuk novel-novel lainnya
(1985, 1987, 1988)
7.
Pada bulan Agustus tahun 1982 diadakan
seminar Peranan Sastra dalam Perubahan Masyarakat, diselenggarakan di Jakarta.
8.
Pada tahun 1898 muncul masalah “sastra
kontekstual” serta jadi topik diskusi.
Berikut ini penjelasan
tentang peristiwa di atas.
1.
Pengadilan atas Cerpen “Langit Makin
Mendung”
Majalah Sastra yang
dipimpin oleh H.B Jassin pada salah satu nomor
penerbitannya (1968) memuat sebuah cerita pendek ( bersambung) karya
Kipanjikusmin ( nama samaran). Edisi itu dilarang beredar dan disita oleh
kejaksaan Tinggi Sumatra Utara di Medan. Isi cerita pendek itu di tuduh mnghina
Nabi Muhammad serta agama Islam. Maka,
muncul reaksi dar berbagai pihak. Kipanjikusmin menyatakan mencabut cerita
pendek tu (Oktober 1968), sementara H.B. Jassin, selaku penanggung jawab telah
menyatakan permintaan maafnya H.B. Jassin di adili ( 1969, 1970) oleh
Pengadilan Negeri di Jakarta. Ia dijatuhi hukuman percobaan.
2.
Kredo Pusi Sutarji Cazoum Bachr
Kredo puisi itu
merupakan konsep dan sikap Sutarji Calzoum Bachri. Di muat pertama kali dalam
majalah Horison ( Desember 1974). Isi selengkapnya adalah seperti berikut.
Kredo Puisi
Kata-kata bukanah alat
mengantarkan pengertian. Dia bukanlah seperti pipa yang menyalurkan air. Kata-kata
adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas.
Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu
sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpaakan dengan pisau, ia adalah
pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau menikam.
Dalam kesehari-hariannya,
kata cenderung dipergunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengertian. Dan
dilupakan kedudukannya yang merdeka sebagai pengertian
Kata-kata haruslah
bebas dari penjajahan pengertian, dari beban ide. Kta-kata harus bebas
menentukan dirinya sendiri. Dalam puisi saya, saya bebaskan kata-kata dari
tradisi lapuk yang membelenggu mereka seperti kamu dan penjajahan-penjajahan
seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada kata-kata tertentu dengan
dianggap kotor (obscene) serta penjajahan gramatika.
Bila kata-kata telah
dibebaskan, kreativitas pun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan
dirinya sendiri, dan menentukan kemauannya sendiri. Pendadakan yang kreatif
bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian
tiba-tiba karena kebebasannya bisa menyung sang terhadap fungsinya. Maka
timbulah hal-hal yang tak terduga sebelumnya, yang kreatif.
Dalam (penciptaan)
puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. Dalam gairahnya karena telah
menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari-nari di atas kertas,
mabuk dan menelanjang dirinya sendiri, mondar-mandir berkali-kali menunjukkan
muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, membelah dirinya denga
bebas, menyatakan dirinya sendiri dengan yang lain ntuk memperkuat dirinya,
membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentanan
sendirisatu sama lainnya karena mereka
bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sendiri untuk
menunjukkan dirinya bisa menolak dan beronak terhadap pengertian yang ingn
dibebankan kepada dirinya.
Sebagai penyair saya
hanya menjaga, sepanjang tidak mengganggu kebebasannya, agar kehadirannya yan
bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapat aksentuasi yang
maksimal.
Menulis puisi bagi saya
adalah membebaskan kata-kata, yang beraati mengembalikan katakata pada mulanya
adalah kata. Dan kata pertama adalah mantera. Maka menuls puisi bagi saya
adalah mngembalikan kata pada mantera.
30
Maret 1973
Itulah kredo puisi Sutarji.
Pada akhirnya ia menyatakan “kredo saya jangan ditanggapi bahwasaya menerapkan
secara mutlak”.
3.
Aliran Rawamangun
Sebutan aliran
Rawamangun pertama kali diperkenalkan oleh M.S Hutagalung dalam karangannya di
harian Kompas (1973) yang berjudul “Kritik Sastra Aliran Rawamangun”. Menurut
Hutagalung, aliran ini adalah prinsip-prinsip yang pada dasarnya dianut oleh
kami berempat, yakni: M. Saleh Saad, Lukman Ali, S.Effendi dan saya
(Hutagalung), itupun bila saya dapat
menangkap dengan baik diskusi-diskusi yang sering kami adakan.
Selanjutnya Hutagalung
menulis, “pusat perhatian peneliti sastra itu sendiri.pengarang latar belakang
sosial, dan sebagainya juga penting untuk memahami sastra, tetapi janganlah
sekali-kali menggeser tempat karya itu sendiri. Dlam istilahasing anggapan yang
disebut ergosentris. Dengan pendekatan yang lebih mentereng, aliran ini disebut
aliran strukturisme.
Para penyusun aliran
ini tanpa disadarinya punya
prinsip-prinsip yang bersamaan dengan aliran strukturalisme dalam bidang-bidang
linguistik, folklore, dan lain-ain. Jadi sebenarna kurang tepat bila orang
menyebut kritik mereka kritik analisis atau kritik akademis, sebab analisis
bagi aliran ini hanyalah semacam alat
untuk memahami lebih jauh struktur cipta
sastra itu.
Yang dimaksud dengan
struktur adalah organisasi menyeluruh dari cipta itu yang bahu-mebahu membangun imaji yang
dapat menimbulkan kesan pada penikmat sastra. Sejak semulapendukung aliran ini
yakin bahwa keseluruhan itu dibangun oleh unsur-unsur yang saling membantu dengan eratnya. Jika pada dasarnya kia harus melihat
unsur tersebut fungsional dalam tugasnya membangun keseluruhan.
Itulah tentang aliran
Rawamangun. Istilah aliran Rawamangun ini merupakan salah satu aliran dalam
kritik sastra Indonesia.
4.
Pengadilan Puisi Indonesia Mutakhir
Pengadilan puis
Indonesi merupakan acara kegiatan sastra yang diadakan di Bandung padatanggal 8
September 1978. Acara ini berlangsung seperti bermain peran. Puisi Indonesia
mutakhir diadili sebagai “terdakwa”. Hakim ketua Sanento Yuliman, Hakim anggota
Daramanto Jt., Jaksa Slamet Kirnanto, Pembela Taufik Ismail, dan saksi adalah
sejumlah pengarang Indonesia.
Puisi Indonesia
mutakhir diadili karena dianggap telah melakukan beragai pelanggaran, antara
lain bersikap ahli inovasi serta peanduan nilai. Berdasarkan hal tersebut, jaksa memajukan tuntutan kepada
terdakwa Puisi Indonesia mutakhir sebagai berikut.
1)
agar para kritisi sastra Indonesia egera
dipensiunkan dari jabatan mereka sebagai kritikus.
2)
Agar para editor majalah sastra dipensiunkan.
3)
Penyair-penyair mapan harus berenti
menulis.
4)
Penyair-penyair epigon harus
dikarantinakan karena dianggap membahayakan bagi perkembangan puisi.
5)
Agar penyair-penyair reinkarnasi
dilarang menulis.
6)
Agar majalah Horison dan Budaya Jaya
diabut surat izin terbitnya.
7)
Kepada masyarakat, dialrang membaca
majalah Horison.
Itulah tuntutan Jaksa
terhadap terdakw selanjutnya dihadirkan saksi-saksi, antara lain Sutarji
Calzoum Bachri, Saini K.M., Rustandi Kartakusumah. Saksi Saini K.M., menyatakan
antara lain bahwa pengadilan ini tidak sah, karea puisi Indonesia masih di bawa
umur.
Setelah semua saksi
mengemukakan kesaksiannya, maka tampillah Pembela, Taufik Ismail. Ia menyatakan
pembelaan sebagai berikut.
1)
menolak tuntutan pertama ( mempensiunkan
kritikus) dengan alasan karena mereka ini tidak diangkat leh suatu embaga
pemerintah. Tuntutan ini lemah karena itu tidak dapat diterima.
2)
Tuntutan yang menyatakan bahwa editor
harus diberhentikan juga ditolak, karena kurang beralasan dan lemah.
3)
Tuntutan agar penyair mapan dilarang
menulis, tidak masuk akal dan mengekang hah-hak asasi manusia. Tuntutan ini pun
lemah.
4)
Tentang epigon-epigon yang dilarang
menulis, juga tak dapat dibenarkan sebab merek ini pada suatu masa bisa
menemukan diri sendiri. Tuntutan ini kurang kuat.
5)
Tuntutan mengenai penyair reinkarnasi
agar diasingkan atau dilarang menulis, jug mlawan biologi manusia. Padaha
mereka ini adalah pelangi-pelangi puisi Indonesia. Tuntutan ini tdak bisa
diterima.
6)
Agar majalah Hrison dan budaya Jaya
dicabut surat izin terbitny, juga tak dapat diterima.
7)
Melarang masyarakat untuk membaca
majalah Horison juga tak dapat dibenarkan.
Demikian isi singkat
pembelaan Taufik Ismail terhadap terdakwa Puisi Indnesia Mutakhir. Akhirnya
Hakim Sanento Yuliman dan DarmantoYt. Memutuskan ketujuh tuntutan dinyatakanditolak, dan
1)
Para kritikus boleh kembali sebab sebentar lagi akan diadakan
sekolah pendidikan kritikus.
2)
Para editor majalah sastra terus
melanjutkan pekerjaannya.
3)
Para penyair epigon dan mapan terus
menulis
4)
Majalah sastra Horion tetap terbit,
tetapi berubah nama menjadi Horison Baru.
Atas keputusan hakim di
atas, jaksa penuntut merasa tidak puas dan menyatakan naik banding pada
pengadilan puisi yang akan datang.
Begitulah pengadilan
puisi itu berlangsung setelah peristiwa ini, di Jakarta diadakan acara jawaban
atas pengadilan puisi, yaitu tanggal 21 September 1974, di fakultas Sastra UI
Pembicara di dalam acara ini antara lain H.B Jassin, M.S. Hutagalung, Goenawan
Mohamad, dan Sapardi Djoko Damono. Dalam hal ini, kita perlu memandang “
pengadilan” itu sebagai sebuah pertemuan diskusi yang serius di antara para
pengarang atau penyair.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Munculnya angkatan 70-an karena adanya
pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik
dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru, baik di bidang puisi, prosa, dan
drama. Pergeseran ini mulai kelihatan setelah gagalnya kudeta G30 S/PKI. Dalam
periode 70-an pengarang berusaha melakukan eksperimen untuk mencoba batas-batas
berupa kemungkinan bentuk baik prosa, drama tidak semakin jelas. Pengarang
karya sastra angkatan 70-an juga berasal dari 60-an.
B.
Saran
1.
Kepada mahasiswa yang memprogamkan mata
kuliah sejarah sastra bisa mengetahui tentang sejarah sastra .
2.
Kepada ibu pembina pada mata kuliah
sejarah sastra agar dapat memberikan koreksi mengenai penyusunan makalah ini.
3.
Kepada semua pembaca agar dapat
memberikan perbandingan dan pemahaman dari sumber-sumber yang berbeda tentang
debat.
DAFTAR PUSTAKA
http://danririsbastind.wordpress.com/2010/03/10/sastra-ringkasan-ciri-ciri-karya-sastra-tiap-angkatan/
http://arsyadindradi.blogspot.com/2008/12/penyair-angkatan-70.html
http://jikaku337.wordpress.com/category/mata-pisau/
http://arsyadindradi.blogspot.com/2008/12/penyair-angkatan-70.html
http://jikaku337.wordpress.com/category/mata-pisau/
Langganan:
Postingan (Atom)