Selasa, 26 April 2016

Nelangsa

Kamu nelangsa. Karena kejadian yang sudah seringkali terjadi, yang seharusnya sudah biasa. Namun kamu tetap saja nelangsa. Airmatamu menetes bukan karena kamu ingin, namun karena airmatamu telah bersenyawa dengan pria itu, pria yang katamu sebuah perjuangan. Airmatamu hanya menetes untuk pria itu, airmatamu tidak lahir dari perasaanmu, airmatamu lahir dari pria itu, yang telah jadi perasaanmu.

Jadi mungkin wajar saja kamu nelangsa. Karena kejadian yang sudah seringkali terjadi yang seharusnya sudah biasa. Karena pria itu-yang katamu sebuah perjuangan-telah jadi perasaanmu. Perasaanmu akan terpaket pada pria itu, jika dia pergi karena kamu melakukan sesuatu yang bodoh menurutnya. Perasaanmu terpaket padanya, namun kesedihan dan rasa sakit tertinggal untukmu. Begitu pula ketika dia datang, perasaan itu lebih dari sekadar rasa kembali padamu, perasaan itu pulang, rasa yang terasa pas: perasaannya, bahagianya, dan orangnya-pria itu, yang katamu sebuah perjuangan.

Dan aku, yang seringkali tak terlihat karena tertutup airmatamu, yang ada di sisimu namun merasa serba salah harus melakukan apa, siap meminjamkan perasaanku padamu. Agar rasa sedih dan sakit yang tertinggal itu menggerogoti perasaanku, karena akan sulit bagimu nelangsa namun perasaanmu terpaket pada pria itu, yang katamu sebuah perjuangan. Aku siap meminjamkan perasaanku padamu, biar kamu tak nelangsa, dapat menjemput atau memberikan waktu menunggu pria itu pulang, dan kamu tersenyum. Pakailah perasaanku itu untuk membuang duri-duri yang tertinggal, dimakan rasa sakit, dan kering oleh kesedihan.

Seburuk dan sehancur apapun perasaanku setelah menampung rasa sedih dan sakitmu, aku merasa itu lebih baik, daripada kamu menolak untuk menggunakannya. Aku ingin ada untukmu, walaupun bukan bagian dari dirimu. Aku ingin selalu bersamamu,  walaupun tak dapat kunikmati, karena perpisahan menghantui, menakutkan, dan menghadirkan mimpi buruk.

Namun tetap kembalikan perasaanku seperti apapun rupanya setelah menahan beban kesedihan dan kesakitan yang berbanding lurus dengan besarnya cintamu pada pria itu, yang katamu sebuah perjuangan.

Kembalikan perasaanku, saat pria itu, perasaanmu, telah datang padamu. Kembalikan saja walaupun telah hancur menjadi debu, karena dengan perasaanku, aku masih ingin mencintaimu.