Kota wali, kota
sejuta beradaban
Bisakah kita sedikit lebih lama menikmati estetika alam
di kota ini? Sang waktu kini semakin rakus meraup tiap-tiap detik perjalanan
demi perjalanan hebat ini. Ada bimbang yang mengepul disana karena perasaan
naif ini belum cukup puas merekam detail-detail kota wali ini.
Ya. Tepat hari ini kami mengunjungi kabupaten Demak, Jawa
Tengah yang lebih terkenal oleh wisatawan muslim dengan sebutan Kota Wali, kota
dengan beribu peradaban dan sejarah. Kota agung yang disananyalah terdoktrin
ajaran-ajaran islam yang sebelumnya pada abad ke-16 menjadi kota pusat kerajaan
besar yang didirikan oleh Raden Patah yang kemudian menjadi kerajaan islam
pertama di Pulau Jawa.
Kerajaan islam Demak ini mewariskan salah satu
kejayaannya yaitu Masjid Agung Demak yang hingga kini masih selalu dikunjungi
oleh para peziarah serta wisatawan domestik maupun manca negara. Kota ini
menduduki rangking kedua setelah Candi Borobudur dalam hal banyaknya jumlah
pengunjung.
Butuh waktu kurang lebih satu jam perjalanan menggunakan
bus dari kota Semarang menuju kabupaten Demak. Setibanya di Demak, kami
mengitari alun-alun yang di sepanjang jalan masuknya tumbuh berjejer pohon
waringin (beringin). Matahari mulai mencakar langit-langit, udara memang terasa
panas namun, tidak menyengat karena banyak pepohonan dan rerumputan hijau yang
membuat alun-alun begitu asri.
Azan berkumandang, waktu zuhur telah tiba.
Kami bergegas meneruskan perjalanan menuju masjid agung yang dibangun tidak
jauh dari alun-alun. Masjid ini merupakan masjid
yang tertua di Indonesia yang dipercayai
pernah menjadi tempat
berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam. Masjid ini berhalaman cukup luas, di
halamannya terdapat tanaman bunga yang tumbuh dengan apik mengelilingi halaman masjid. Ketika menginjakkan kaki ke lantai,
kami merasakan segenap aliran darah beredar dengan tenang. Lantainya dingin,
berwarga agak gelap. Di dalam masjid terdapat beberapa tiang kayu raksasa,
orang jawa menyebutnya saka guru,
yang dibuat oleh beberapa wali diantara wali
songo.
Masjid
ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki
empat tiang utama yang disebut saka guru. Bangunan serambi merupakan bangunan
terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka
Majapahit.
Indah
bukan kepalang. Masjid
ini memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara. Masjid
ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama
kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah
yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas
bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu
menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan.
Seluruh seluk beluk yang dibangun pada masjid ini memiliki filosofi
tersendiri, misalnya Serambi masjid berbentuk bangunan yang terbuka yang memiliki lima buah
pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, ini memiliki makna rukun Islam, yaitu
syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini juga memiliki enam buah jendela, yang juga
memiliki makna rukun iman, yaitu percaya kepada Allah SWT,
malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan
qadha-qadar-Nya.
Bentuk
bangunan masjid banyak menggunakan bahan dari kayu. Dengan bahan ini,
pembuatan bentuk bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih mudah.
Interior bagian dalam masjid juga menggunakan bahan dari kayu dengan
ukir-ukiran yang begitu indah dan terasa sejuk.
Bentuk
bangunan masjid yang unik tersebut ternyata hasil kreativitas masyarakat pada
saat itu. Di samping banyak mengadopsi perkembangan arsitektur lokal ketika
itu, kondisi iklim tropis (di antaranya berupa ketersediaan kayu) juga
mempengaruhi proses pembangunan masjid.

Setelah menunaikan ibadah, kami
mengambil potret di depan masjid, sebagai kenang-kenangan perjalanan. Setelah
itu kami melanjutkan perjalanan di lingkungan masjid yang juga terdapat komplek
makam sultan-sultan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum,
yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.
Sesampainya
di makam, banyak rombongan peziarah yang turun dari bus, kemudian dengan
didampingi oleh petugas makam, mereka membaca doa dan zikir. Doa dipanjatkan
dengan khidmat dan khusyuk di sebuah pondopo. Selanjutnya
setelah berdoa, para rombongan diajak berkeliling melihat-lihat makam wali.
Sambil melihat orang-orang yang berdatangan silih berganti, baik dengan kendaraan pribadi maupun
kendaraan umum, tidak lupa kami
mengisi daftar buku tamu dan menyelipkan uang pada kotak yang telah disediakan.
Lorong demi lorong kami lewati, membayangkan keadaan zaman sebelum islam
berhasil disebarkan. Kami seperti kembali ke masa lalu, membaca uraian demi
uraian yang terpampang pada dinding bangunan. Setelah puas berekeliling, kami
makan di warung kecil. Harga makanan yang ada di sana sangat murah, dengan uang
lima ribu rupiah kalian bisa memesan soto ayam beserta nasi dan kalian akan
merasakan nasi pecel dengan harga tiga ribu rupiah. Hemmm sangat berbanding jauh
bukan dengan kota khatulistiwa?
Setelah
makan, kami memutuskan berangkat lagi menuju kabupaten kudus untuk berziarah ke
makam sunan muria yang terletak di desa colo, kecamatan dawe. Bagi
kalian penikmat wisata religi, satu lagi
objek yang wajib dikunjungi ketika singgah di Kabupaten Kudus. Adalah Makam
Sunan Muria Syeh R.Umar Sa'id yang berada di lereng Gunung Muria. Lokasi wisata religi ini berjarak
sekitar 18 kilometer dari pusat kota Kudus
Kami berangkat menggunakan kendaraan umum dengan membayar uang sejumlah lima belas ribu untuk tiga orang. Makam sunan muria berlokasi di atas sebuah bukit. Sehingga para peziarah yang hendak berziarah harus menapaki anak tangga sejauh + 500 meter. Di kiri kanan anak tangga berderet kios para penjual makanan dan souvenir seperti baju batik, pernak pernik, kipas, tasbih dan lain-lain.
Bagi yang tidak kuat mendaki anak tangga bisa memilih jasa tukang ojek. Dengan jasa ini selain bisa menghemat energi, selama perjalanan kita akan disuguhi pemandangan yang menarik. Bagaimana tidak menarik, kalau ketika melaju di tepian bukit tukang ojek melaju dengan ganas. Sejauh mata memandang hanya ada hamparan gunung dibalut asap kabut karena udara disana sangat dingin. Dana yang harus dikeluarkan ketika naik senilai delapan ribu rupih, dan jika ingin turun menggunakan ojek lagi dana yang akan dikeluarkan sejumlah lima ribu rupiah saja.
Untuk mencapai makam yang berada satu kompleks dengan Masjid Sunan Muria ini, kami harus melalui ratusan anak tangga dari pintu gerbang. Sejumlah peninggalan Sunan Muria masih dapat dijumpai, seperti bangunan masjid beratap Joglo bertingkat tiga dan beratap kayu sirap.
Selain itu, kami menikmati bahan bangunan lama seperti tempat salat imam, fondasi empat soko masjid atau 'umpak', juga sebuah bedug yang dibuat tahun 1834.
Kami berangkat menggunakan kendaraan umum dengan membayar uang sejumlah lima belas ribu untuk tiga orang. Makam sunan muria berlokasi di atas sebuah bukit. Sehingga para peziarah yang hendak berziarah harus menapaki anak tangga sejauh + 500 meter. Di kiri kanan anak tangga berderet kios para penjual makanan dan souvenir seperti baju batik, pernak pernik, kipas, tasbih dan lain-lain.
Bagi yang tidak kuat mendaki anak tangga bisa memilih jasa tukang ojek. Dengan jasa ini selain bisa menghemat energi, selama perjalanan kita akan disuguhi pemandangan yang menarik. Bagaimana tidak menarik, kalau ketika melaju di tepian bukit tukang ojek melaju dengan ganas. Sejauh mata memandang hanya ada hamparan gunung dibalut asap kabut karena udara disana sangat dingin. Dana yang harus dikeluarkan ketika naik senilai delapan ribu rupih, dan jika ingin turun menggunakan ojek lagi dana yang akan dikeluarkan sejumlah lima ribu rupiah saja.
Untuk mencapai makam yang berada satu kompleks dengan Masjid Sunan Muria ini, kami harus melalui ratusan anak tangga dari pintu gerbang. Sejumlah peninggalan Sunan Muria masih dapat dijumpai, seperti bangunan masjid beratap Joglo bertingkat tiga dan beratap kayu sirap.
Selain itu, kami menikmati bahan bangunan lama seperti tempat salat imam, fondasi empat soko masjid atau 'umpak', juga sebuah bedug yang dibuat tahun 1834.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar