Sisa hujan masih merintik malam ini. Syahdu suaranya. Aku menggigil
menahan semilirnya.
Kau tahu, ketiadaanmu benar-benar meluruhkan
segalanya. Aku tak siap.
Aku tak mau menggigil sendiri malam ini. Tapi
angin-angin kecil itu selalu menusuk belulang, sesak sekali.
***
Aku tak mau menggigil sendiri malam ini, tapi aku juga tahu, bersamamu
juga tak menghangatkan. Aku rasa hujan kali ini bukan gigilnya yang
sejuk, bukan rintiknya, bukan anginnya yang menghantar bias.
Hujan kali
ini pecahnya lebih keras terdengar saat jatuh di loteng-loteng yang
menaungi lelap lalu mengalir merana. Garis-garisnya lebih kasar, padahal
rintiknya reda, bahkan tinggal tetes.
Seperti tetes...
Ah, tetes airmataku. Yang tangisnya teredam malam, yang sedihnya tak
bertuan. Angin hujan yang hanya semilir mampu menyesakkanku. Hingga aku
tak ingin berkata apa-apa, karena kusimpan sedikit nafas untuk mengucap
syahadat.
Aku sendiri, hujan kali ini aku sendiri, yang menjadikan gigil
ada disetiap tetesnya, karena kesendirian pula sejuk rintiknya
mendekap. Aku sendiri, hujan turun beramai-ramai merintikku yang sepi,
berjuta-juta tetes menggahi tubuhku yang tak seorang pun merasa
kehilangan. Aku basah,
hujan kali ini, Aku sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar