Kamu ucap rindu. Aku pun seperti daun kering yang ditiup angin, tanpa sempat merasakan gugur. Kata rindumu menyela, menyambar-aku kena. Entah saat-saat seperti apa yang kamu rindu dariku, aku pun sudah jauh-jauh ke masa-masa yang membawa-bawa perasaan, perasaan yang ada rindunya. Yang kiranya kita terbang, atau hanya melayang, atau hanya jatuh dengan gaya. Aku harus memastikan yang kamu ucapkan adalah rindu. Bukan R-I-N-D-U. Bukan rindu yang letih. Rindu, yang ada tak ada kamu tetap ingin ke seberang sana, yang senantiasa suatu hari nanti. Bukan rindu yang menjerit. Rindu yang berbisik saja, yang kemudian ditiup angin dan tersangkut di ujung-ujung ilalang sebelum wuusshh~ hingga ke seberang sana, yang masih tersangkut akan terbungkus embun saat pagi nanti, setelah semalaman bernyanyi dan menari bersama ilalang, lalu menetes menyiram akar ilalang dan larut bersama nyanyiannya. Rindu yang bayangnya hanya aku, seperti kata hujan yang selalu dibayangi air.
Tapi, rindu, kamu ucap rindu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar